Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) menilai pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dijadikan landasan hukum dalam kasus Prita Mulyasari vs RS Omni Internasional tetap berlaku.
Kepala Pusat Informasi Depkominfo, Gatot S Dewa Broto, menegaskan demikian karena Undang-undang ITE tersebut sudah berlaku sejak disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun lalu.
"Undang-undang-nya sudah clear sekali. Waktu putusan sela Prita muncul, UU ITE sudah berlaku. Sesuai pasal 54 ayat 1, UU ini sudah mulai berlaku sejak tanggal diundangkan DPR pada 1 April 2008," jelasnya kepada detikINET lewat telepon, Rabu (9/12/2009).
Hanya saja menurut dia, di UU ITE ini memang ada tiga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang masih dibahas, yakni RPP tentang tata cara penyadapan, RPP tentang penyelenggaraan ITE, dan RPP tentang perlindungan data strategis.
"Sesuai pasal 54 ayat 2 UU ITE, ketiga RPP ini harus disahkan April 2010," ujarnya. "Namun, untuk kasus apapun yang terkait dengan ITE, UU ini tetap berlaku," jelasnya lebih lanjut.
Gatot sendiri menilai hanya pengadilan yang bisa membuat interpretasi atas penggunaan pasal 27 ayat 3 UU ITE dalam kasus ini. "Karena ini sudah masuk area yudisial," ujarnya.
Meski Depkominfo diakui tidak banyak melakukan action atas kasus ini, namun Gatot menilai pengadilan bisa menjadikan pasal 4 huruf b dalam UU Perlindungan Konsumen sebagai bahan pertimbangan untuk membebaskan Prita.
"Di dalam pasal UU Perlindungan Konsumen itu disebutkan, hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan."
"Sementara di pasal 27 ayat 3 UU ITE, ada kata-kata yang menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
"Nah, hak si ibu (Prita) ini sah menurut UU Konsumen, kecuali yang bersangkutan bukan mantan konsumen di situ (RS Omni)," tegas Gatot menggarisbawahi kalimat tanpa hak di pasal 27 ayat 3 UU ITE dan kalimat hak di dalam pasal 4 ayat b UU Perlindungan Konsumen.
Kedua pasal yang saling bersinggungan ini diharap bisa membuat hakim dan jaksa penuntut kasus Prita bisa memahami esensi dan membatalkan kasus ini.
Akibat kasus tudingan pencemaran nama baik yang menggunakan pasal UU ITE ini, Prita sempat mendekam 21 hari di tahanan dan akan kembali menghadiri sidang dengan agenda tanggapan jaksa atas pembelaan Prita pada Rabu (9/12/2009).
Prita yang dituntut pidana enam bulan penjara, tengah mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Banten yang memvonis denda Rp 204 juta. Dukungan untuk ibu dua anak ini terus mengalir, baik moril maupun materiil melalui 'Koin Peduli Prita'. ( rou / rou )
Kepala Pusat Informasi Depkominfo, Gatot S Dewa Broto, menegaskan demikian karena Undang-undang ITE tersebut sudah berlaku sejak disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun lalu.
"Undang-undang-nya sudah clear sekali. Waktu putusan sela Prita muncul, UU ITE sudah berlaku. Sesuai pasal 54 ayat 1, UU ini sudah mulai berlaku sejak tanggal diundangkan DPR pada 1 April 2008," jelasnya kepada detikINET lewat telepon, Rabu (9/12/2009).
Hanya saja menurut dia, di UU ITE ini memang ada tiga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang masih dibahas, yakni RPP tentang tata cara penyadapan, RPP tentang penyelenggaraan ITE, dan RPP tentang perlindungan data strategis.
"Sesuai pasal 54 ayat 2 UU ITE, ketiga RPP ini harus disahkan April 2010," ujarnya. "Namun, untuk kasus apapun yang terkait dengan ITE, UU ini tetap berlaku," jelasnya lebih lanjut.
Gatot sendiri menilai hanya pengadilan yang bisa membuat interpretasi atas penggunaan pasal 27 ayat 3 UU ITE dalam kasus ini. "Karena ini sudah masuk area yudisial," ujarnya.
Meski Depkominfo diakui tidak banyak melakukan action atas kasus ini, namun Gatot menilai pengadilan bisa menjadikan pasal 4 huruf b dalam UU Perlindungan Konsumen sebagai bahan pertimbangan untuk membebaskan Prita.
"Di dalam pasal UU Perlindungan Konsumen itu disebutkan, hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan."
"Sementara di pasal 27 ayat 3 UU ITE, ada kata-kata yang menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
"Nah, hak si ibu (Prita) ini sah menurut UU Konsumen, kecuali yang bersangkutan bukan mantan konsumen di situ (RS Omni)," tegas Gatot menggarisbawahi kalimat tanpa hak di pasal 27 ayat 3 UU ITE dan kalimat hak di dalam pasal 4 ayat b UU Perlindungan Konsumen.
Kedua pasal yang saling bersinggungan ini diharap bisa membuat hakim dan jaksa penuntut kasus Prita bisa memahami esensi dan membatalkan kasus ini.
Akibat kasus tudingan pencemaran nama baik yang menggunakan pasal UU ITE ini, Prita sempat mendekam 21 hari di tahanan dan akan kembali menghadiri sidang dengan agenda tanggapan jaksa atas pembelaan Prita pada Rabu (9/12/2009).
Prita yang dituntut pidana enam bulan penjara, tengah mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Banten yang memvonis denda Rp 204 juta. Dukungan untuk ibu dua anak ini terus mengalir, baik moril maupun materiil melalui 'Koin Peduli Prita'. ( rou / rou )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar